Surat Cinta
Paling Rahasia
Halo, selamat pagi,
siang, malam,
atau kapanpun kau membuka
dan mulai membaca surat ini.
Ini
dari aku yang entah siapa dan surat ini memang untukmu yang mungkin membuat kau
bertanya-tanya. Aku tak akan menyebutkan namamu disini, namaku juga. Aku akan
menyebut surat ini jadi surat paling rahasia. Isinya tentang cinta, makanya
kubuat rahasia.
Lucu
juga rasanya menulis surat di zaman orang sibuk berkirim lewat surat-surat
elektronik. Klisenya karena cinta. Kata orang zaman dulu cinta itu nikmat lewat
berkirim surat. Umm...mungkin
aku salah satu orang yang pernah hidup di masa itu. Aku tidak mau bertanya
bagaimana kabarmu sekarang, karena sepertinya kita pun tidak pernah saling
kenal. Sepertinya loh ya, karena aku juga tidak tahu siapa
tahu kau memperhatikanku. Benar-benar besar kepala aku ini.
Sesunguhnya
aku bingung bagaimana ingin memulai surat ini. Jadi apakah basa-basi aku
tentang bagaimana aku pertama kali melihatmu? karena aku juga tidak sadar kapan.
Karena ini bicara cinta, dan katanya cinta itu pertama datang dari mata lalu
turun ke hati. Tapi itu butuh momentum tepat. Kali saja kita sebelumnya telah
sering bertemu, tapi tak temu mata kita tak pernah turun ke hati.
Bagiku
momentum itu terjadi ketika aku melihatmu, aku merasa pernah melihatmu di satu
masa yang bukan sekarang. Mungkin kita pernah bertemu kala kita kanak-kanak.
Aku juga lupa apa yang mungkin kau lakukan waktu itu sampai mungkin masuk ke
alam bawah sadarku tanpa disengaja. Lalu tertanam selamanya. Wajahmu itu lalu
terpendam begitu lama, hingga kemudian kita bertemu dalam rupa yang telah lebih
dewasa. Dimana badan kita mungkin telah berubah, tapi garis - garis khas wajah
kita akan tetap tersimpan seperti yang ada di dalam rekaman jepret kamera.
Wajah
kecil itu lalu menyeruak keluar dan memaksaku menduga-duga apakah kita pernah
hidup dalam satu masa? Jika iya, lalu kenapa? aku jadi merasa seperti ada
cerita yang belum selesai tentang kita. Tapi apakah itu harus diselesaikan?
Sepertinya iya. Karenanya aku menulis surat ini. Menyelesaikan rasa penasaran.
Jadi
menurut dugaanku, aku pernah bertemu denganmu, karena kita ditempatkan dalam
satu ruangan dan kita saling bersebelahan. Aku hanya menyipitkan mata. Diam.
Mencoba menyesuaikan diri kita dengan sekitar kita yang masih baru. Aku ingat
cahaya lampu begitu terang hingga akhirnya aku mencoba menggerakkan leherku
perlahan karena aku pun baru kenal dengannya. Rasanya berat sekali. Tapi
akhirnya bisa juga. aku menoleh ke kanan dan melihat dinding putih yang besar
sekali dari tabir plastik bening. Mungkin kita ditempatkan di ruang putih itu
karena kita pun masih kosong seperti tabula rasa, yang siap dilukis oleh
berbagai warna nantinya.
Karena
putihnya begitu membosankan bagiku, akupun mencoba memandang ke arah
sebaliknya. Lagi-lagi mencoba memutar kepalaku seratus delapan puluh derajat.
Aku masih ingat itu susahnya bukan main. Tapi aku kaget karena menemukanmu
disebelahku. Sama sepertiku menyipitkan mata, tapi memandangiku. Mungkin kau
sudah menunggu-nunggu aku berpaling kearahmu. Dan kita pun berhenti sejenak
untuk mencoba menelaah siapa orang yang sedang bersebelahan serta sedang
bertatapan ini.
Lewat
bahasa yang hanya kita pahami kita berkomunikasi. Aku tanya kau siapa. Kau
bilang kau pun belum tahu. Aku juga jadi sadar aku belum tahu aku siapa. Kita
berdua mencoba mencari tahu kita sedang berada dimana. Tapi yang tampak hanya
ruangan putih yang besar dan cahaya-cahaya yang terang sekali. Kita berdua tak
menemukan jawaban hingga kemudian kita hanya bisa tertawa-tawa. Aku lupa kita
bercerita tentang apa, tapi aku bertaruh itu pasti sangat lucu. Matamu juga
ikut tertawa, kau tahu seperti memancarkan rasa murni hati. Sepertinya itu yang
membuatku ingat padamu.
Lalu
tak lama ketika kita sedang asik tertawa-tawa monster putih bertopi muncul dan
menarikmu. Aku ingat muka terkejutmu yang memandangku. Seperti berteriak minta
tolong padaku -tentu dengan bahasa kita- tapi dengan spektrum yang sangat lucu.
Aku bukannya panik malah tertawa. Kau mencelaku dengan tatapan marah. Aku masih
tertawa. Setelah itu kau pun menghilang dibalik pintu dibawa oleh monster putih
bertopi.
Lalu
suasana hening kembali menyapu. Aku jadi tersadar aku jadi sendirian dan agak
menyeramkan. Bodohnya aku malah jadi mencari-carimu yang sedetik lalu baru
kutertawakan. Karena panik, aku hanya bisa minta tolong pada sesuatu yang entah
apa. Berteriak tidak jelas. Tapi tiba-tiba otak kecilku memunculkan titik kecil
yang membentuk pola wajahmu. Lalu aku jadi tenang. Titik pola itu lalu
bergabung jadi satu, dan rasanya berubah jadi benih kecil yang lalu tertanam
dan tersimpan. Mungkin karena lelah. Aku akhirnya tertidur. Dan bangun-bangun
aku sudah berpindah. Ruangan besar kita itu sepertinya mengecil. Aku bertumbuh.
Tanpa pernah lagi (mungkin secara sadar) bertemu denganmu. Dan menyampaikan
sesuatu.
-
Aku
sedang berada di luar ruangan tempat kita dulu. Memandangi sekumpulan
kanak-kanak anyir yang baru lahir. Dinding putih dengan sekumpulan cahaya yang
begitu terang. Itu membawa aku pada kenangan dulu yang sedang kuceritakan dalam
surat ini. Kau dengan pakaian serba putih muncul berjalan. Momentum cinta jatuh
dari mata turun ke hati yang kusebut tadi pun terjadi. Sejenak aku terpana.
Benih kecil yang dulu entah telah dimana itu menyeruak cepat, tumbuh dan
berbuah. Buahnya merona dan membuat pusat kardia diriku berdetak semakin cepat.
Otakku
kembali memunculkan titik pola yang pernah kulihat dan membentuk wajahmu. Aku
ingat kau. Tapi aku tak tahu kau siapa. Kau paham maksudku? Lalu, segera aku
melihat tanda pengenal di bagian dada kanan. Ada gelar dokter dengan namamu.
Tidak susah, kau ternyata begitu populer di dunia maya. Aku bisa menemukan
data-datamu dalam sedetik saja, bahkan alamatmu muncul begitu jelas. Setelah
itu aku aku tak segera menemuimu, aku masih belum yakin. Aku pergi ke pulau
dimana para Dewa berkumpul. Pulau dengan seribu pantainya yang indah. Pulau
bernama Bali. Pergi untuk menenangkan diri.
--
Bali,
pulau ini sudah sungguh lama membuatku tenang. Pulau ini menjawab keyakinanku
yang kuat pada adanya dewa dewi. Orang – orangnya yang punya keramaian khas
selalu membuatmu betah. Oh iya, aku hampir lupa, ada tempat bernama The Bay
Bali. Tempat ini yang selalu membuatku kembali. Tempat ini yang selalu jadi titik
tempat aku menyendiri, memikirikan banyak hal. Dan kali ini, kau adalah hal
yang kupikirkan. Pertama kali aku memikirkanmu lagi ketika menyusuri pasir
pantai yang lembut di De Opera Beach Club. Semilir angin pantai mengantarkan
ingatanku padamu. Atau itu mungkin cara para dewa di pulau ini membuatku kembali
ingat padamu? Entahlah, tapi aku sungguh bahagia.
Keesokan
harinya sebenarnya aku sedang tidak mood melakukan apa-apa, tapi aku memilih
melangkahkan kaki ke salah satu sisi The Bay Bali, namanya Pirates Bay. Tempat
ini sungguhlah unik, aku suka melihat tema yang mereka angkat, bajak laut.
Salah satu kisah yang mungkin sangat populer untuk anak-anak. Seperti kisah
kapten Hook di kisah Peterpan, atau Sinbad si bajak laut terkenal. Aku bahkan
baru menyadari itu ketika melihat ramainya anak-anak di tempat ini. Ah,
anak-anak aku jadi ingat kau lagi. Seseorang yang mungkin pernah kutemui di
suatu masa, entah dimana. Perasaanku, jadi semakin kuat. Kembali kucari namamu
di dunia maya lewat layanan internet disana. Dapat. Aku harus segera kembali
dari Bali. Kembali ke kota. Aku harus menyampaikan sesuatu padamu.
--
Akhirnya
berbekal perasaan yang sangat aneh dan ingatan yang sangat kecil itu, akupun
berniat menuliskan surat ini padamu. Jelas tanpa ada namaku dan namamu tertera
di dalam dan sampulnya. Suratnya pun langsung kuantarkan ke kotak surat depan
rumahmu. Mungkin kau akan berpikir penulis surat ini sedikit kurang waras dan
kau pun tidak paham arti kata-kata yang kutulis ini. Tapi ya sudah, aku juga
tidak berharap apa-apa. Aku hanya ingin menuntaskan rasa penasaran sekalian
menyampaikan apa yang tak sempat kulakukan waktu kita bertemu pertama kali.
Mungkin aku jatuh cinta padamu.
--
Jam menunjukkan pukul
delapan pagi pada hari minggu. Aku baru saja sadar dari rasa kantuk baru bangun
tidur dan mengecek koran pagi hari ke depan rumah. Ada yang berbeda hari ini.
Kotak surat tempat loper koran menaruh koran hari ini berisi amplop. Surat
kabar langgananku belum datang rupanya. Kuperika amplop putih itu. Ukurannya
kecil seperti berisi surat. Tapi tanpa nama pengirim dan yang dikirimi. Aku
membukanya. Ternyata isinya surat. Aku terpana pada kalimat pertama, yang
kuingat kardioku berdetak semakin cepat, dan aku tenggelam membaca surat dalam
amplop itu.
Hai teman kecil. Aku pun
masih mengingatmu.... Demi dewa-dewi yang ku percaya. Ini terasa sungguh tak
nyata. Tapi membahagiakan.


