Rabu, 16 April 2014

Surat Cinta Paling Rahasia

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!

Surat Cinta Paling Rahasia

Halo, selamat pagi, siang, malam, 
atau kapanpun kau membuka dan mulai membaca surat ini. 

Ini dari aku yang entah siapa dan surat ini memang untukmu yang mungkin membuat kau bertanya-tanya. Aku tak akan menyebutkan namamu disini, namaku juga. Aku akan menyebut surat ini jadi surat paling rahasia. Isinya tentang cinta, makanya kubuat rahasia. 

Lucu juga rasanya menulis surat di zaman orang sibuk berkirim lewat surat-surat elektronik. Klisenya karena cinta. Kata orang zaman dulu cinta itu nikmat lewat berkirim surat. Umm...mungkin aku salah satu orang yang pernah hidup di masa itu. Aku tidak mau bertanya bagaimana kabarmu sekarang, karena sepertinya kita pun tidak pernah saling kenal. Sepertinya loh ya, karena aku juga tidak tahu siapa tahu kau memperhatikanku. Benar-benar besar kepala aku ini. 

Sesunguhnya aku bingung bagaimana ingin memulai surat ini. Jadi apakah basa-basi aku tentang bagaimana aku pertama kali melihatmu? karena aku juga tidak sadar kapan. Karena ini bicara cinta, dan katanya cinta itu pertama datang dari mata lalu turun ke hati. Tapi itu butuh momentum tepat. Kali saja kita sebelumnya telah sering bertemu, tapi tak temu mata kita tak pernah turun ke hati. 

Bagiku momentum itu terjadi ketika aku melihatmu, aku merasa pernah melihatmu di satu masa yang bukan sekarang. Mungkin kita pernah bertemu kala kita kanak-kanak. Aku juga lupa apa yang mungkin kau lakukan waktu itu sampai mungkin masuk ke alam bawah sadarku tanpa disengaja. Lalu tertanam selamanya. Wajahmu itu lalu terpendam begitu lama, hingga kemudian kita bertemu dalam rupa yang telah lebih dewasa. Dimana badan kita mungkin telah berubah, tapi garis - garis khas wajah kita akan tetap tersimpan seperti yang ada di dalam rekaman jepret kamera.

Wajah kecil itu lalu menyeruak keluar dan memaksaku menduga-duga apakah kita pernah hidup dalam satu masa? Jika iya, lalu kenapa? aku jadi merasa seperti ada cerita yang belum selesai tentang kita. Tapi apakah itu harus diselesaikan? Sepertinya iya. Karenanya aku menulis surat ini. Menyelesaikan rasa penasaran.

Jadi menurut dugaanku, aku pernah bertemu denganmu, karena kita ditempatkan dalam satu ruangan dan kita saling bersebelahan. Aku hanya menyipitkan mata. Diam. Mencoba menyesuaikan diri kita dengan sekitar kita yang masih baru. Aku ingat cahaya lampu begitu terang hingga akhirnya aku mencoba menggerakkan leherku perlahan karena aku pun baru kenal dengannya. Rasanya berat sekali. Tapi akhirnya bisa juga. aku menoleh ke kanan dan melihat dinding putih yang besar sekali dari tabir plastik bening. Mungkin kita ditempatkan di ruang putih itu karena kita pun masih kosong seperti tabula rasa, yang siap dilukis oleh berbagai warna nantinya. 

Karena putihnya begitu membosankan bagiku, akupun mencoba memandang ke arah sebaliknya. Lagi-lagi mencoba memutar kepalaku seratus delapan puluh derajat. Aku masih ingat itu susahnya bukan main. Tapi aku kaget karena menemukanmu disebelahku. Sama sepertiku menyipitkan mata, tapi memandangiku. Mungkin kau sudah menunggu-nunggu aku berpaling kearahmu. Dan kita pun berhenti sejenak untuk mencoba menelaah siapa orang yang sedang bersebelahan serta sedang bertatapan ini. 

Lewat bahasa yang hanya kita pahami kita berkomunikasi. Aku tanya kau siapa. Kau bilang kau pun belum tahu. Aku juga jadi sadar aku belum tahu aku siapa. Kita berdua mencoba mencari tahu kita sedang berada dimana. Tapi yang tampak hanya ruangan putih yang besar dan cahaya-cahaya yang terang sekali. Kita berdua tak menemukan jawaban hingga kemudian kita hanya bisa tertawa-tawa. Aku lupa kita bercerita tentang apa, tapi aku bertaruh itu pasti sangat lucu. Matamu juga ikut tertawa, kau tahu seperti memancarkan rasa murni hati. Sepertinya itu yang membuatku ingat padamu. 

Lalu tak lama ketika kita sedang asik tertawa-tawa monster putih bertopi muncul dan menarikmu. Aku ingat muka terkejutmu yang memandangku. Seperti berteriak minta tolong padaku -tentu dengan bahasa kita- tapi dengan spektrum yang sangat lucu. Aku bukannya panik malah tertawa. Kau mencelaku dengan tatapan marah. Aku masih tertawa. Setelah itu kau pun menghilang dibalik pintu dibawa oleh monster putih bertopi.

Lalu suasana hening kembali menyapu. Aku jadi tersadar aku jadi sendirian dan agak menyeramkan. Bodohnya aku malah jadi mencari-carimu yang sedetik lalu baru kutertawakan. Karena panik, aku hanya bisa minta tolong pada sesuatu yang entah apa. Berteriak tidak jelas. Tapi tiba-tiba otak kecilku memunculkan titik kecil yang membentuk pola wajahmu. Lalu aku jadi tenang. Titik pola itu lalu bergabung jadi satu, dan rasanya berubah jadi benih kecil yang lalu tertanam dan tersimpan. Mungkin karena lelah. Aku akhirnya tertidur. Dan bangun-bangun aku sudah berpindah. Ruangan besar kita itu sepertinya mengecil. Aku bertumbuh. Tanpa pernah lagi (mungkin secara sadar) bertemu denganmu. Dan menyampaikan sesuatu. 

Aku sedang berada di luar ruangan tempat kita dulu. Memandangi sekumpulan kanak-kanak anyir yang baru lahir. Dinding putih dengan sekumpulan cahaya yang begitu terang. Itu membawa aku pada kenangan dulu yang sedang kuceritakan dalam surat ini. Kau dengan pakaian serba putih muncul berjalan. Momentum cinta jatuh dari mata turun ke hati yang kusebut tadi pun terjadi. Sejenak aku terpana. Benih kecil yang dulu entah telah dimana itu menyeruak cepat, tumbuh dan berbuah. Buahnya merona dan membuat pusat kardia diriku berdetak semakin cepat.

Otakku kembali memunculkan titik pola yang pernah kulihat dan membentuk wajahmu. Aku ingat kau. Tapi aku tak tahu kau siapa. Kau paham maksudku? Lalu, segera aku melihat tanda pengenal di bagian dada kanan. Ada gelar dokter dengan namamu. Tidak susah, kau ternyata begitu populer di dunia maya. Aku bisa menemukan data-datamu dalam sedetik saja, bahkan alamatmu muncul begitu jelas. Setelah itu aku aku tak segera menemuimu, aku masih belum yakin. Aku pergi ke pulau dimana para Dewa berkumpul. Pulau dengan seribu pantainya yang indah. Pulau bernama Bali. Pergi untuk menenangkan diri.

--


Bali, pulau ini sudah sungguh lama membuatku tenang. Pulau ini menjawab keyakinanku yang kuat pada adanya dewa dewi. Orang – orangnya yang punya keramaian khas selalu membuatmu betah. Oh iya, aku hampir lupa, ada tempat bernama The Bay Bali. Tempat ini yang selalu membuatku kembali. Tempat ini yang selalu jadi titik tempat aku menyendiri, memikirikan banyak hal. Dan kali ini, kau adalah hal yang kupikirkan. Pertama kali aku memikirkanmu lagi ketika menyusuri pasir pantai yang lembut di De Opera Beach Club. Semilir angin pantai mengantarkan ingatanku padamu. Atau itu mungkin cara para dewa di pulau ini membuatku kembali ingat padamu? Entahlah, tapi aku sungguh bahagia.


Keesokan harinya sebenarnya aku sedang tidak mood melakukan apa-apa, tapi aku memilih melangkahkan kaki ke salah satu sisi The Bay Bali, namanya Pirates Bay. Tempat ini sungguhlah unik, aku suka melihat tema yang mereka angkat, bajak laut. Salah satu kisah yang mungkin sangat populer untuk anak-anak. Seperti kisah kapten Hook di kisah Peterpan, atau Sinbad si bajak laut terkenal. Aku bahkan baru menyadari itu ketika melihat ramainya anak-anak di tempat ini. Ah, anak-anak aku jadi ingat kau lagi. Seseorang yang mungkin pernah kutemui di suatu masa, entah dimana. Perasaanku, jadi semakin kuat. Kembali kucari namamu di dunia maya lewat layanan internet disana. Dapat. Aku harus segera kembali dari Bali. Kembali ke kota. Aku harus menyampaikan sesuatu padamu.

--
Akhirnya berbekal perasaan yang sangat aneh dan ingatan yang sangat kecil itu, akupun berniat menuliskan surat ini padamu. Jelas tanpa ada namaku dan namamu tertera di dalam dan sampulnya. Suratnya pun langsung kuantarkan ke kotak surat depan rumahmu. Mungkin kau akan berpikir penulis surat ini sedikit kurang waras dan kau pun tidak paham arti kata-kata yang kutulis ini. Tapi ya sudah, aku juga tidak berharap apa-apa. Aku hanya ingin menuntaskan rasa penasaran sekalian menyampaikan apa yang tak sempat kulakukan waktu kita bertemu pertama kali. Mungkin aku jatuh cinta padamu.

--
Jam menunjukkan pukul delapan pagi pada hari minggu. Aku baru saja sadar dari rasa kantuk baru bangun tidur dan mengecek koran pagi hari ke depan rumah. Ada yang berbeda hari ini. Kotak surat tempat loper koran menaruh koran hari ini berisi amplop. Surat kabar langgananku belum datang rupanya. Kuperika amplop putih itu. Ukurannya kecil seperti berisi surat. Tapi tanpa nama pengirim dan yang dikirimi. Aku membukanya. Ternyata isinya surat. Aku terpana pada kalimat pertama, yang kuingat kardioku berdetak semakin cepat, dan aku tenggelam membaca surat dalam amplop itu.

Hai teman kecil. Aku pun masih mengingatmu.... Demi dewa-dewi yang ku percaya. Ini terasa sungguh tak nyata. Tapi membahagiakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar