Minggu, 02 Maret 2014

Pukul Enam Pagi

Matahari masih bersembunyi, tapi sebagian orang di bagian bawah apartemen tersebut sudah sibuk sekali. Penjaja makanan sudah mulai berjualan dengan sepedanya. Buruh kantoran yang masuk pagi pun sudah melangkah dengan terburu-buru di jalan. Sungguh hari saat itu masih belum terang. Pagi masih bernuansa kebiruan. Mungkin itu juga yang membuat dua manusia yang ada di apartemen lantai lima belas itu belum bangun. Mereka berdua masih ada diranjang. Belum berpakaian. Mereka baru saja mampir ke surga dan masih dalam kondisi berpelukan. Kamar itu masih dingin, efek pendingin udara yang menyala hampir setiap waktu. Kamar itu berjendela kaca di sepanjang dinding, di depannya ada balkon yang cukup untuk dinikmati lima orang duduk dikursi.

Pagi berputar sangat cepat, mode bluish pagi itu seketika berubah keemasan seiring matahari yang mulai naik. Tirai yang memang kemarin dibiarkan terbuka membuat matahari mudah menyusup ke kamar apartemen itu. Itulah yang membuat perempuan itu terbangun. Tangannya dia lepaskan dari dada laki - laki yang ada dihadapannya. Jemarinya menyusup diantara rambut hitam menopang kepalanya. Bibirnya menyungginkan senyum kecil. Laki - laki ini begitu rupawan. Menariknya begitu dalam, meski laki - laki sudah bilang tidak tertarik kepadanya. Sayangnya, perempuan itu adalah orang paling tangguh dan keras kepala sedunia. Dia pasti mendapatkan yang dia inginkan. Dan dia ingin laki - laki itu. Minimal dia harus berhasil tidur dengannya. Dan perempuan itu berhasil setelah mereka menenggak bir ke lima di pukul dua pagi. Dan laki - laki itu hebat sekali karena masih berhasil menyetir dengan selamat hingga ke apartemen miliknya. Tempat mereka bercinta. Kekasih laki - laki itu sedang berada di luar kota.

Perempuan itu masih mengamati sosok yang ada disebelahnya. Wajahnya begitu rupawan, dengan garis rahang yang begitu tegas. Badannya terpahat sempurna and his sex was that perfect. Perempuan itu tidak berharap banyak, meski dia yakin sekali mereka akan jadi pasangan paling sempurna andai saja mereka bersama. Tapi apa daya, laki - laki itu terlanjur sudah ada yang punya. Perempuan itu terlambat. Baru kali ini dia merasakan patah hati yang begitu sungguh. Ketangguhan hatinya runtuh. Dia tidak ingin menangis, karena tidak ada gunanya. Dia hanya tersenyum, lalu bangkit dan berpakaian. 

Kancing terakhirnya belum selesai dimasukkan ketika laki - laki itu terbangun dan menatapnya. Mereka hanya terdiam saling menatap hingga perempuan itu selesai berpakaian. Tidak ada yang merasa bersalah. Perempuan itu tersenyum dan mengucapkan selamat tinggal. Lalu pergi. Laki - laki itu tinggal sendiri di ranjangnya. Terdengar pintu depan sudah terkunci, dia beranjak ke balkon, menyesap matahari pagi yang masih hangat. Dia tercenung, dilihatnya sebentar jam di kamarnya. Waktu menunjukkan pukul enam pagi. Siluet seekor burung dara melintas dibalik cahaya matahari. Suara klakson kendaraan yang mulai ramai sudah terdengar. Orang - orang kecil bagai semut sudah berjalan dengan sangat lambat, tampak tidak semangat. Matahari sudah dipuncak keemasaanya, menyisakan panas yang tertinggal di hati. Terkadang masalah bisa datang begitu pagi. Laki - laki itu (entah bagaimana) baru saja bercinta dengan Aprhodite. Masalahnya, dia sungguh menikmati bercinta dengan perempuan itu dan dia mesti jujur pada kekasihnya. Pada seorang laki - laki yang sungguh dicintainya. Seseorang yang telah jadi matahari dalam hidupnya.

p.s: insipired by 6am - Fitz and The Tantrum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar